Bule Traktir Es Krim di Lombok Berujung Ricuh, Tagihan Rp1 Juta Bikin Kaget dan Lapor Polisi

Arazone

Tengahviral.com, Lombok – Sebuah peristiwa unik sekaligus memicu perdebatan publik terjadi di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Seorang wisatawan asing yang awalnya bermaksud membagikan kebahagiaan dengan mentraktir es krim kepada warga saat acara adat nyongkolan, justru berakhir dengan konflik dan laporan ke pihak kepolisian.

Insiden ini menjadi sorotan warganet setelah video rekamannya viral di berbagai platform media sosial. Dalam video tersebut, bule wanita terlihat tersenyum membagikan es krim kepada anak-anak dan warga yang mengikuti prosesi adat. Namun, suasana gembira berubah menjadi tegang ketika pedagang menyebut total tagihan mencapai Rp1 juta, angka yang membuat wisatawan itu kaget dan menolak membayar penuh.

Peristiwa ini membuka diskusi publik tentang harga jual produk, etika transaksi, hingga pentingnya komunikasi antara pedagang dan wisatawan. Banyak yang mempertanyakan apakah harga yang diminta wajar atau justru termasuk “getok harga”, sementara sebagian lain menilai wisatawan juga perlu memastikan harga sebelum membeli.

Kronologi Kejadian

Menurut keterangan saksi dan video yang beredar, bule wanita tersebut memborong es krim dari seorang pedagang keliling yang mengenakan topi bertuliskan “PEJUANG RUPIAH”. Es krim kemudian dibagikan secara gratis kepada warga dan anak-anak yang menghadiri acara nyongkolan, sebuah tradisi pernikahan adat Sasak.

Masalah muncul saat proses pembayaran. Wisatawan itu memberikan beberapa lembar uang Rp50.000, namun pedagang menolak dan menegaskan bahwa total harga seluruh es krim mencapai Rp1 juta. Mendengar angka tersebut, bule itu terlihat kaget dan mengatakan dalam bahasa Inggris, “One million? No way” (Satu juta? Tidak mungkin).

Perdebatan pun terjadi di lokasi. Pedagang bersikeras harga tersebut sesuai jumlah barang yang diborong, sementara bule merasa nominalnya terlalu tinggi untuk ukuran es krim keliling.

Latar Belakang Acara dan Dugaan Pemicu Konflik

Nyongkolan merupakan prosesi adat pernikahan masyarakat Sasak di Lombok, di mana mempelai pria diarak menuju rumah mempelai wanita diiringi musik dan tarian. Momen ini sering menarik perhatian wisatawan, termasuk yang ingin berinteraksi dengan warga melalui pembagian makanan atau hadiah.

Dalam kasus ini, ketidaksepahaman harga diduga menjadi akar masalah. Harga eceran es krim keliling biasanya berkisar Rp2.000–Rp10.000 per potong, namun jika diborong seluruh stok, nominalnya bisa jauh lebih besar. Pedagang menganggap harga Rp1 juta wajar untuk jumlah yang dibeli, sementara wisatawan menganggapnya tidak masuk akal.

Reaksi Publik dan Dampak bagi Pariwisata

Video insiden ini menuai beragam reaksi di media sosial. Sebagian netizen menilai pedagang tidak transparan soal harga dan khawatir reputasi pariwisata Lombok akan terganggu. “Kalau seperti ini, wisatawan bisa kapok datang,” tulis salah satu komentar.

Namun, tak sedikit pula yang membela pedagang dan menyalahkan wisatawan karena tidak menanyakan harga terlebih dahulu. “Di mana-mana kalau mau beli banyak, apalagi borongan, harus tanya harga dulu,” ujar netizen lainnya.

Status Penyelesaian

Kasus ini dilaporkan ke pihak kepolisian untuk dimediasi. Hingga berita ini diturunkan, identitas lengkap kedua pihak belum diungkap, dan belum ada kepastian apakah pembayaran telah diselesaikan. Aparat diharapkan bisa menemukan solusi adil agar hubungan baik antara masyarakat lokal dan wisatawan tetap terjaga.

Kejadian ini menjadi pelajaran penting bagi wisatawan untuk memahami budaya, bahasa, dan harga lokal sebelum bertransaksi, serta bagi pedagang agar menerapkan transparansi harga untuk menghindari kesalahpahaman.(*)

Bagikan artikel ini
Tinggalkan komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Exit mobile version