Tengahviral.com, Gorontalo – Menjelang pertengahan Oktober 2025, jagat media sosial dihebohkan dengan beredarnya video Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Gorontalo Utara, Dheninda Chaerunnisa, yang diduga memperlihatkan ekspresi mencibir saat berlangsungnya aksi demonstrasi di depan kantor DPRD setempat. Video tersebut cepat menyebar di berbagai platform, menimbulkan beragam reaksi dari publik dan warganet.
Namun, Dheninda dengan tegas membantah tudingan bahwa dirinya bermaksud mencibir massa aksi. Ia menjelaskan bahwa gestur yang terekam dalam video tersebut merupakan kesalahpahaman dan bukan bentuk pelecehan terhadap para demonstran. Dalam pernyataannya, ia juga menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat atas viralnya video yang telah menimbulkan persepsi negatif tersebut.
Klarifikasi ini menjadi sorotan publik, mengingat posisi Dheninda sebagai pejabat publik yang harus menjaga etika dan citra lembaga DPRD di hadapan masyarakat. Kasus ini juga menjadi refleksi penting tentang bagaimana gestur kecil dalam ruang publik bisa dengan cepat diinterpretasikan berbeda di era media sosial yang serba instan.
Kronologi Video Viral
Peristiwa tersebut terjadi pada Senin, 13 Oktober 2025, saat sekelompok massa menggelar demonstrasi di depan Kantor DPRD Kabupaten Gorontalo Utara. Dalam video berdurasi beberapa detik yang beredar luas, Dheninda tampak memperlihatkan ekspresi wajah yang oleh sebagian warganet ditafsirkan sebagai bentuk ejekan terhadap para demonstran.
Namun, menurut penuturan Dheninda, kejadian itu sama sekali bukan ditujukan kepada peserta aksi. Ia menegaskan bahwa ekspresi wajah tersebut muncul karena ia sedang merespons seseorang di luar konteks aksi, bukan massa yang sedang berdemo.
“Makanya orang-orang harus lihat, tahu ekspresi aku saat ini. Ya Allah, tidak ada sama sekali niatku mencibir, buat apa aku mencibir,” ujar Dheninda, dikutip dari detikSulsel, Selasa (14/10/2025).
Klarifikasi dan Penjelasan Dheninda
Dheninda menjelaskan bahwa pada saat kejadian, ia sebenarnya tengah berkomunikasi dengan karyawan orang tuanya yang juga berada di lokasi tersebut. Menurutnya, gestur yang terlihat di video adalah bentuk respon spontan terhadap sapaan dari orang yang dikenalnya.
“Karena karyawan orang tua saya memberikan gestur kayak jempol begitu, jadi seakan-akan yang bisa saya bahasakan dia mengatakan bahwa ‘tenang begitu, ada saya di sini, mantap-mantap’. Karena gesturnya kayak gitu jadi saya pas lihat dia, saya langsung memberikan gestur begitu (mencibir),” jelasnya.
Dheninda menegaskan, tidak ada maksud merendahkan, mengejek, atau mencibir massa aksi dalam kejadian itu. Ia mengaku memahami bahwa posisinya sebagai pejabat publik membuat segala perilaku dan gesturnya menjadi sorotan, sehingga ia memilih untuk memberikan klarifikasi secara terbuka agar tidak terjadi kesalahpahaman lebih jauh.
Permintaan Maaf dan Harapan
Meski menegaskan tidak memiliki niat buruk, Dheninda tetap menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat Gorontalo Utara atas viralnya video tersebut. Ia berharap klarifikasi ini bisa meluruskan persepsi publik dan meredam kesalahpahaman yang telah berkembang.
“Jadi saya mohon maaf kepada semuanya, tetapi saya luruskan bahwa saya tidak bermaksud untuk mencibir,” ujar Dheninda dalam pernyataannya.
Menurut sejumlah pengamat lokal, sikap Dheninda yang cepat memberikan klarifikasi dan permintaan maaf merupakan langkah tepat untuk menjaga hubungan baik antara pejabat daerah dan masyarakat. Publik menilai, di era digital saat ini, setiap tindakan publik figur dapat dengan mudah disalahartikan, sehingga transparansi dan komunikasi terbuka menjadi hal penting untuk menjaga kepercayaan publik.
Respons Publik dan Media Sosial
Video yang menampilkan Dheninda tersebut telah menjadi topik hangat di media sosial. Sejumlah netizen menilai bahwa peristiwa ini merupakan pelajaran penting tentang pentingnya etika komunikasi nonverbal di ruang publik, terutama bagi pejabat negara.
Beberapa pihak juga menyerukan agar masyarakat tidak langsung menyimpulkan atau menghakimi berdasarkan potongan video yang belum tentu menggambarkan keseluruhan konteks kejadian. Sebaliknya, masyarakat diimbau menunggu klarifikasi resmi dari pihak yang bersangkutan sebelum membentuk opini.
Dalam konteks ini, kejadian tersebut menunjukkan betapa cepatnya dinamika informasi di dunia digital dapat mempengaruhi persepsi publik, sehingga klarifikasi dan konfirmasi menjadi langkah penting sebelum menyebarluaskan informasi.
Kasus viral yang melibatkan Ketua Komisi III DPRD Gorontalo Utara, Dheninda Chaerunnisa, menjadi pengingat bahwa komunikasi pejabat publik tidak hanya dinilai dari kata-kata, tetapi juga dari gestur dan ekspresi. Dalam dunia digital yang serba cepat, setiap tindakan memiliki potensi untuk menjadi viral dan menimbulkan berbagai interpretasi.
Dheninda berharap peristiwa ini bisa menjadi pelajaran bersama, baik bagi dirinya maupun bagi masyarakat luas, agar lebih berhati-hati dalam menilai sesuatu yang beredar di media sosial tanpa konteks yang utuh.(*)