Tengahviral.com, Jakarta – Sebuah warung bakso babi di wilayah Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menjadi perhatian publik setelah memasang spanduk besar bertuliskan “Bakso Babi (Tidak Halal)” lengkap dengan logo Dewan Masjid Indonesia (DMI) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Tulisan di spanduk tersebut menimbulkan beragam tafsir dan perdebatan di kalangan masyarakat, terutama karena mencantumkan dua lembaga keagamaan yang identik dengan umat Islam.
Spanduk bertuliskan “Bakso Babi (Tidak Halal). Informasi ini disampaikan oleh DMI Ngestiharjo dan MUI Kapanewon Kasihan” itu dipasang tepat di atas gerobak penjual bakso. Tampilan tersebut membuat banyak orang mengira bahwa kedua lembaga itu turut mendukung keberadaan warung tersebut. Namun, klarifikasi dari pihak terkait menyebutkan bahwa tujuan pemasangan spanduk semata-mata untuk memberikan informasi agar masyarakat tidak keliru dalam membeli makanan yang tidak halal.
Kasus ini pun menimbulkan perbincangan luas di media sosial. Banyak warganet yang menganggap spanduk tersebut aneh karena melibatkan lembaga keagamaan, sementara sebagian lainnya menilai langkah tersebut penting untuk memberi kejelasan bagi konsumen muslim.
DMI Bantul Jelaskan Tujuan Pemasangan Spanduk

Ketua DMI Ngestiharjo, Arif Widodo, membenarkan bahwa pihaknya memang memasang spanduk di depan warung bakso tersebut. Menurutnya, hal itu dilakukan untuk mencegah kesalahpahaman di masyarakat, terutama di kalangan umat Islam yang tidak menyadari bahwa warung itu menjual bakso babi.
“Selama ini kami merasa prihatin melihat warga, bahkan yang berhijab, tidak tahu bahwa bakso itu mengandung babi. Maka kami ingin memberi kejelasan lewat tulisan di spanduk,” ujar Arif, Senin (27/10/2025).
Arif menegaskan, pemasangan spanduk tidak bertujuan untuk melarang penjual berjualan. “DMI tidak melarang siapa pun berjualan bakso babi. Kami hanya mengimbau agar penjual menyampaikan secara terbuka bahwa produk yang dijual tidak halal,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa pencantuman logo DMI di spanduk adalah bentuk kepedulian terhadap masyarakat muslim, bukan sebagai dukungan terhadap penjualan makanan non-halal.
MUI Bantul Luruskan Kesalahpahaman
Ketua MUI Kapanewon Kasihan, Armen Siregar, juga memberikan klarifikasi terkait polemik tersebut. Menurutnya, spanduk warung bakso babi di Bantul sebenarnya sudah terpasang sejak Januari 2025, namun baru ramai diperbincangkan karena adanya salah tafsir dari masyarakat.
“Awalnya spanduk itu hanya bertuliskan ‘Bakso Babi’ dan logo DMI. Akibatnya muncul tafsir berbeda di masyarakat. Padahal, maksud DMI hanya memberi informasi,” ujar Armen.
Untuk menghindari kesalahpahaman, Forkopimkap Kasihan mengadakan rapat koordinasi bersama pihak terkait. Dalam rapat itu disepakati bahwa isi spanduk akan diperbarui dengan tambahan kalimat ‘Informasi ini disampaikan oleh MUI dan DMI’ agar masyarakat tidak lagi salah menafsirkan maksud dari tulisan tersebut.
“Masyarakat harus tahu konteksnya. DMI dan MUI hanya memberikan pemberitahuan, bukan mendukung penjualan bakso babi,” jelas Armen.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa MUI tidak memiliki kewenangan untuk melarang penjualan makanan non-halal karena belum ada aturan hukum yang mengatur hal tersebut. “Kami hanya berupaya melindungi konsumen muslim agar tidak keliru saat membeli,” katanya.
Tanggapan Penjual Bakso Babi
Penjual bakso babi yang berinisial S, yang diketahui sudah berjualan sejak tahun 1980, memilih untuk tidak banyak menanggapi isu yang sedang viral ini. “Saya tidak ingin jadi viral,” ujarnya singkat saat ditemui wartawan.
Sementara itu, Blorok, pemilik kios tempat S berjualan, menyatakan bahwa penjual tersebut sudah lama berjualan di kawasan itu dan tidak pernah menimbulkan masalah dengan warga sekitar.
“Beliau sudah berjualan di sini sejak 2009. Kalau ada pembeli berhijab, beliau selalu menjelaskan kalau dagangannya bakso babi. Jadi sebenarnya warga sudah tahu,” ungkap Blorok.
Ia menilai, keberadaan spanduk justru memperjelas informasi kepada masyarakat. “Menurut saya bagus ada spanduk itu, biar semua tahu kalau di sini jual bakso babi, tidak ada yang salah paham,” ujarnya.
Fakta Perbedaan Bakso Babi dan Bakso Halal
Meski sama-sama disebut bakso, jenis bakso babi memiliki sejumlah perbedaan signifikan dibandingkan dengan bakso sapi, ayam, atau ikan. Berikut penjelasannya:
- Pertama, dari segi bahan dasar, bakso babi dibuat menggunakan daging babi—biasanya bagian paha, bahu, atau campuran daging dan lemak—sementara bakso sapi atau ayam menggunakan daging hewan yang disembelih sesuai syariat Islam.
- Kedua, aroma dan rasa bakso babi cenderung lebih tajam dan gurih karena kandungan lemaknya tinggi. Berbeda dengan bakso sapi yang memiliki rasa gurih alami, sedangkan bakso ayam terasa lebih ringan.
- Ketiga, tekstur dan warna bakso babi lebih lembut dan sedikit berminyak dengan warna pucat keabu-abuan. Adapun bakso sapi cenderung padat dan berwarna kecokelatan.
- Keempat, dari segi kehalalan, bakso babi jelas tidak halal bagi umat Islam karena mengandung bahan yang dilarang dalam ajaran agama. Sementara bakso sapi atau ayam bisa dikategorikan halal selama proses penyembelihannya sesuai syariat.
- Kelima, bumbu dan campuran pada bakso babi sering kali menggunakan saus tiram atau minyak babi untuk memperkuat cita rasa, sedangkan bakso halal umumnya menggunakan bumbu standar seperti bawang putih, merica, dan kaldu tulang.
Reaksi Warga dan Dampak Sosial
Peristiwa ini menjadi perbincangan hangat karena menyentuh isu sensitif antara kebebasan berjualan dan sensitivitas agama. Sebagian warga menilai langkah DMI dan MUI sudah tepat karena memberikan kejelasan, sementara yang lain menilai perlu ada tata cara komunikasi publik yang lebih hati-hati agar tidak menimbulkan salah paham.
Ahli komunikasi publik dari UIN Sunan Kalijaga, Dr. Mahendra Puspita, mengatakan bahwa transparansi informasi adalah hal penting, namun lembaga keagamaan juga perlu mempertimbangkan bentuk penyampaiannya agar tidak menimbulkan persepsi keliru. “Keterbukaan informasi itu baik, tapi harus disampaikan dengan tata cara yang komunikatif dan tidak menimbulkan kesan mendukung sesuatu yang bertentangan dengan nilai lembaga itu sendiri,” ujarnya.
Penegasan Konteks dan Tanggung Jawab
Kasus ini mencerminkan pentingnya kejelasan informasi dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia. DMI dan MUI telah menegaskan bahwa langkah mereka semata-mata untuk memberikan informasi, bukan sebagai bentuk dukungan terhadap usaha makanan non-halal.
Dengan adanya klarifikasi ini, diharapkan masyarakat dapat memahami konteks sebenarnya dan tidak lagi salah menafsirkan maksud dari spanduk yang dipasang di warung bakso babi tersebut.(*)
