Tengahviral.com, Jakarta – Kasus tewasnya seorang pengemudi ojek online (ojol) bernama Affan Kurniawan akibat terlindas kendaraan taktis (rantis) milik Brimob kini memasuki babak baru. Sopir rantis, Bripka Rohmat, dijatuhi sanksi tegas berupa demosi selama 7 tahun oleh Komisi Kode Etik Polri (KKEP). Putusan ini dijatuhkan usai sidang etik digelar di Gedung TNCC Mabes Polri pada Kamis, 4 September 2025.
Kasus tersebut sempat menjadi sorotan publik karena menimbulkan gelombang protes dari komunitas ojol dan masyarakat luas. Pasalnya, insiden yang terjadi pada Kamis, 28 Agustus 2025 itu merenggut nyawa Affan Kurniawan dan memunculkan pertanyaan besar mengenai prosedur pengamanan serta tanggung jawab aparat di lapangan.
Majelis KKEP menyatakan bahwa tindakan Bripka Rohmat dikategorikan sebagai perbuatan tercela sehingga layak dijatuhi sanksi berat. “Menjatuhkan sanksi berupa etika yaitu perilaku terlanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela,” ujar majelis dalam sidang.
Apa Itu Sanksi Demosi di Kepolisian?
Dalam putusan KKEP, Bripka Rohmat dikenai hukuman mutasi bersifat demosi selama 7 tahun. Demosi sendiri merupakan bentuk hukuman disiplin berupa penurunan jabatan atau pemindahan ke posisi dengan eselon lebih rendah.
Merujuk pada Pasal 1 ayat (38) Peraturan Kapolri Nomor 2 Tahun 2016, demosi bukanlah promosi jabatan melainkan bentuk sanksi. Tujuannya adalah memberi efek jera serta memastikan anggota kepolisian yang melakukan pelanggaran tidak mendapatkan keuntungan dalam kariernya.
Dalam kasus Bripka Rohmat, sanksi demosi ini berlaku hingga usia 57 tahun, atau satu tahun menjelang masa pensiunnya. Dengan demikian, ia tidak lagi berhak memperoleh promosi jabatan, kesempatan mengikuti pendidikan kepolisian, maupun peluang peningkatan karier lainnya.
Tangisan Bripka Rohmat Saat Sidang
Usai mendengar putusan, Bripka Rohmat tak kuasa menahan tangis. Ia mengungkapkan kondisi keluarganya yang tengah menghadapi kesulitan. “Kami memiliki satu istri dan dua anak. Yang pertama sedang kuliah, yang kedua memiliki keterbatasan mental,” ucapnya dengan suara bergetar.
Menurutnya, gaji sebagai anggota Polri merupakan satu-satunya sumber penghasilan keluarga. “Tentunya keduanya membutuhkan kasih sayang dan biaya untuk kuliah maupun kelangsungan hidup keluarga kami,” tambahnya.
Rohmat juga menegaskan bahwa insiden tersebut bukanlah kehendaknya. “Jiwa kami Tribrata, Yang Mulia. Tidak ada niat sedikit pun untuk mencederai apalagi sampai menghilangkan nyawa,” katanya di hadapan majelis sidang.
Permintaan Maaf untuk Keluarga Korban
Selain menerima sanksi, Bripka Rohmat juga menyampaikan permohonan maaf secara terbuka kepada keluarga Affan Kurniawan. Ia menegaskan bahwa peristiwa itu terjadi saat dirinya menjalankan perintah atasan.
“Dengan kejadian yang viral, atas nama pribadi dan keluarga dengan lubuk hati paling dalam, kami mohon kepada orang tua almarhum Affan Kurniawan dapat membukakan maaf,” ujarnya.
Ia menambahkan, “Saya sebagai Bhayangkara Brimob hanya menjalankan tugas pimpinan, bukan kemauan diri sendiri.”
Respons Publik dan Implikasi Sanksi
Kasus ini menjadi perhatian luas tidak hanya karena melibatkan aparat kepolisian, tetapi juga karena menyangkut rasa keadilan bagi keluarga korban. Beberapa pihak menilai sanksi demosi selama 7 tahun merupakan langkah tegas yang perlu diapresiasi, meski sebagian masyarakat masih mempertanyakan apakah hukuman tersebut cukup sebanding dengan hilangnya nyawa seseorang.
Ke depan, sanksi ini diharapkan menjadi momentum evaluasi internal di tubuh kepolisian agar prosedur pengamanan di lapangan lebih berhati-hati, terutama dalam situasi yang melibatkan masyarakat sipil.(*)